Oleh: Putra Agussalim_ Siswa SMU Negeri 5 Parepare
“Saya tidak takut mati. Saya takut jika kemerdekaan ini harus hilang di tangan penjajah lagi.” – Emmy Saelan
Mizannews.id_Artikel--Di tengah narasi sejarah yang kerap menyoroti para pahlawan laki-laki, kisah perjuangan Emmy Saelan hadir sebagai pengingat bahwa kemerdekaan Indonesia tidak diraih hanya oleh satu gender. Sulawesi Selatan menyimpan banyak kisah heroik, dan salah satunya adalah tentang perempuan muda bernama Emmy Saelan, yang menorehkan peran vital dalam perjuangan fisik kemerdekaan Indonesia, bahkan hingga titik darah penghabisan.
Perempuan dalam Lintasan Sejarah Perlawanan
Dalam banyak catatan sejarah, peran perempuan kerap terpinggirkan. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa mereka aktif dalam berbagai peran strategis—baik sebagai petempur, tenaga medis, maupun mata-mata. Sekitar 200 perempuan tercatat turut ambil bagian dalam perlawanan di Makassar, dengan 30% di lini tempur, 50% di medis, dan 20% sebagai intelijen. Di sinilah Emmy Saelan mengukuhkan dirinya sebagai simbol semangat revolusi dan pembuktian bahwa perempuan tidak kalah dalam medan perjuangan.
Dari Perawat Menjadi Pejuang Garis Depan
Emmy Saelan memulai kiprahnya sebagai perawat di Rumah Sakit Stella Maris. Namun, situasi politik yang memanas setelah kembalinya tentara Belanda (KNIL) ke Sulawesi Selatan pasca Proklamasi 1945, mendorongnya untuk tidak sekadar merawat para pejuang, tapi juga turun langsung ke medan perang. Ia menyelundupkan obat-obatan, menyampaikan informasi intelijen, bahkan ikut dalam aksi-aksi bersenjata.
Ketika Gubernur Sulawesi, Dr. Ratulangi, ditangkap oleh Belanda pada April 1946, Emmy melakukan aksi pemogokan sebagai bentuk protes. Tindakannya ini membuatnya diawasi oleh Belanda hingga akhirnya ia meninggalkan pekerjaannya dan bergabung dengan Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS), serta kesatuan Harimau Indonesia.
Mata-Mata yang Tak Kenal Takut
Tak hanya sebagai tenaga medis, Emmy juga dipercaya sebagai mata-mata. Ia menyusup ke wilayah musuh untuk mengumpulkan informasi penting yang menjadi dasar perencanaan serangan. Pengetahuannya tentang medan kota Makassar menjadikannya sosok yang strategis dalam operasi rahasia.
Namun, pengorbanan terbesar Emmy terjadi saat penyusupan ke wilayah musuh gagal dan posisinya terdeteksi. Dalam pertempuran yang terjadi pada 21 Januari 1947, Emmy menolak mundur meski sudah dikepung. Dengan granat di tangan, ia meledakkan dirinya bersama musuh, memastikan bahwa dirinya tidak akan ditangkap hidup-hidup oleh penjajah.
Warisan Semangat yang Abadi
Emmy Saelan bukan hanya pahlawan di medan tempur, tetapi juga simbol dari keteguhan hati seorang perempuan Indonesia. Kisahnya adalah cermin dari keberanian, pengorbanan, dan cinta tanah air yang tulus. Ia membuktikan bahwa perjuangan tidak mengenal jenis kelamin. Bahwa keberanian adalah tentang berdiri tegak walau semua orang berlutut.
Dalam era modern, kisah Emmy menginspirasi generasi muda untuk tetap mempertahankan nilai-nilai patriotisme, keadilan, dan keberanian. Meskipun medan tempur hari ini bukan lagi perang fisik, semangat perjuangan itu tetap relevan—baik dalam pendidikan, kepemimpinan, teknologi, maupun pelayanan masyarakat.
Penutup
Perjuangan Emmy Saelan adalah potret keberanian seorang perempuan dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Namanya layak disejajarkan dengan pahlawan nasional lainnya, karena apa yang ia lakukan bukan hanya demi kemerdekaan, tapi juga demi pengakuan bahwa perempuan mampu berkontribusi secara nyata di garis depan perjuangan bangsa.
Sudah saatnya sejarah mencatat dengan lebih adil. Bahwa dalam darah yang tertumpah di medan pertempuran, juga mengalir semangat juang perempuan seperti Emmy Saelan—yang tak hanya menjadi penyembuh luka, tetapi juga pemantik semangat juang kemerdekaan.