Pasang Iklan Anda Di Sini
Scroll untuk melanjutkan membaca
Ad

Generasi Serba Tahu, Tapi Tak Paham Apa-Apa

 

Oleh: Dr. Putri Dewi, S.Pd.I, M.Pd

MIZANNEWS.ID_Ada sesuatu yang berubah secara perlahan tapi pasti di ruang-ruang kelas hari ini. Keheningan yang dulu menandakan perenungan kini berubah menjadi kesunyian yang kosong. Suara debat telah hilang, pertanyaan-pertanyaan kritis tak lagi terdengar, dan diskusi kelompok lebih mirip ritual diam di hadapan layar.

Mahasiswa tampak sibuk, tapi bukan dalam arti yang membanggakan. Sibuk menunggu mesin menjawab, bukan berpikir. Mereka bertanya kepada AI sebelum membaca, mengandalkan algoritma sebelum menganalisis, dan menyerahkan seluruh proses belajar kepada sistem yang memang dirancang untuk efisiensi, bukan untuk perenungan.

Ketika dosen mencoba menggali lebih dalam menguji pemahaman, mengaitkan materi dengan konteks nyata, atau mendorong mahasiswa menganalisis secara orisinal, kelas kembali sunyi. Bukan karena semua telah mengerti, tapi karena mayoritas kehilangan kata-kata. Mereka tak mampu menjawab, karena pengetahuan mereka hanya sebatas apa yang baru saja disuguhkan oleh AI. Tanpa proses berpikir sebelumnya, mereka tak punya pijakan untuk berdiri dalam diskusi.

Gita Wirjawan dalam berbagai episode podcastnya kerap menyuarakan keresahan yang sama, bahwa pendidikan kita sedang kehilangan "intellectual curiosity". Mahasiswa melompati proses pencarian, dan langsung menuju jawaban. Padahal, proses mencari tahu, mengkaji, mencoba memahami terlebih dahulu, itulah yang sesungguhnya membentuk daya berpikir. Bertanya tanpa memahami, seperti melompat ke kesimpulan tanpa tahu ceritanya.

Yang lebih mengkhawatirkan, pola belajar seperti ini telah menjadi kebiasaan. Mahasiswa tidak lagi belajar dengan bertanya karena penasaran, tetapi bertanya karena terburu-buru ingin menyelesaikan tugas. Mereka tidak lagi membaca untuk memahami, melainkan hanya untuk mendapatkan kutipan instan. Ketika ditantang berpikir satu langkah lebih dalam, mereka terdiam. Bukan karena takut, tetapi karena tidak tahu harus mulai dari mana.

Jika pola ini terus dibiarkan, dunia pendidikan akan mengalami kemunduran besar. Mahasiswa akan menjadi “generasi tahu” yang tak paham apa-apa. Sekilas tampak cerdas, tapi kosong saat diuji kedalaman berpikirnya. Mereka tidak siap menghadapi dunia nyata yang menuntut pemahaman, bukan sekadar informasi.

Tanpa upaya merubah pola belajar, akan terjadi ketergantungan akut pada teknologi dan kemampuan kritis akan mati perlahan. Proses pembelajaran berubah menjadi formalitas. Gelar akademik akan kehilangan maknanya jika tidak dibarengi dengan kemampuan berpikir. Pendidikan tidak bisa hanya menjadi proses memindahkan pengetahuan dari satu kepala ke kepala lain. Ia harus menjadi proses membentuk manusia yang mampu memahami, menalar, dan bertindak bijak.

Sudah saatnya kita merawat kembali proses berpikir dalam belajar. Ajak mahasiswa untuk membaca dulu sebelum bertanya. Dorong mereka untuk mengajukan pertanyaan setelah proses memahami. Gunakan AI sebagai alat bantu, bukan sebagai pengganti nalar. Critical thinking bukan soal tahu lebih banyak, tapi soal tahu bagaimana cara berpikir.

Jika tidak, kita akan terus menyaksikan ruang-ruang kelas yang makin sunyi, dan generasi pembelajar yang makin kehilangan daya pikir. Sunyi bukan karena kesungguhan berpikir, tetapi karena nalar telah berhenti berbicara.(PD)*

Baca Juga
Tag:
Berita Terbaru
  • Generasi Serba Tahu, Tapi Tak Paham Apa-Apa
  • Generasi Serba Tahu, Tapi Tak Paham Apa-Apa
  • Generasi Serba Tahu, Tapi Tak Paham Apa-Apa
  • Generasi Serba Tahu, Tapi Tak Paham Apa-Apa
  • Generasi Serba Tahu, Tapi Tak Paham Apa-Apa
  • Generasi Serba Tahu, Tapi Tak Paham Apa-Apa
Posting Komentar
Ad
Ad