Oleh: Gustam, S.Pd., M.Pd
Jumat, 10 Zulhijjah 1446 H /06 Juni 2025 M --Masjid Al Fatiah Sumpang Minangae.
Mizannews. Id--Hari raya Idul Adha bukan sekadar momen menyembelih hewan kurban. Ia adalah titik refleksi paling mendalam tentang keimanan, ketundukan, dan pengorbanan. Melalui kisah Nabi Ibrahim dan Ismail ‘alayissalam, kita diajak merenungkan makna sejati dari sebuah pengakuan iman — Al-I’tiraf Al-Imani — yang bukan hanya diucapkan, tetapi dibuktikan.
Makna Al-I’tiraf Al-Imani
Al-I’tiraf Al-Imani bermakna pengakuan iman secara total, baik secara lisan, hati, maupun perbuatan. Ia bukan sekadar mengucap syahadat, tetapi kesiapan untuk tunduk dan patuh kepada Allah, termasuk dalam pengorbanan terhadap apa yang paling kita cintai.
Allah berfirman dalam QS. Al-Kausar:
"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah." (QS. Al-Kausar: 1–2)
Melalui ayat ini, Allah menuntun kita untuk mengakui nikmat-Nya bukan dengan kata-kata saja, tetapi dengan amal nyata—shalat dan berkurban sebagai bentuk syukur dan penghambaan.
Pengakuan Diri sebagai Jalan Perbaikan
Dalam khotbah ini, dijelaskan dua bentuk pengakuan penting yang harus menjadi rutinitas muhasabah setiap Muslim:
-
Pengakuan akan lemahnya iman
-
Pengakuan akan kotornya hati
Pengakuan bahwa kita masih sering meremehkan ibadah, lalai terhadap shalat berjamaah, jarang membaca Al-Qur’an, atau terlalu mudah menganggap dosa sebagai hal kecil, adalah langkah awal menuju taubat dan perbaikan diri.
Tanda Hati yang Kotor
Malas ke masjid, berat membaca Al-Qur’an, enggan bersedekah, hingga mudah tersulut amarah—semuanya merupakan gejala hati yang mulai tertutup noda dosa. Rasulullah SAW bersabda:
"Jika seorang hamba berbuat kesalahan, ditorehkan di hatinya satu titik hitam..." (HR. Tirmidzi, shahih)
Dosa yang terus menerus dilakukan tanpa taubat akan menumpuk menjadi "penutup" yang menghalangi cahaya iman masuk ke dalam hati.
Program Harian: Bukti Konkret Iman dan Taubat
Tak ada gunanya pengakuan tanpa tindakan. Karenanya, khotbah ini mengajak jama’ah untuk membuat program amal harian sebagai bentuk pembuktian Al-I’tiraf Al-Imani, seperti:
-
Belajar Islam setiap hari
-
Menunaikan shalat tepat waktu di masjid
-
Menjaga zikir dan taubat
-
Bersedekah rutin
-
Membaca Al-Qur’an dan hadits harian
Pengakuan iman sejati harus tercermin dalam tindakan yang disiplin dan istiqomah.
Idul Adha: Pengorbanan Sejati Kepada Allah
Sebagaimana Nabi Ibrahim rela mengorbankan putranya karena cinta dan ketaatan kepada Allah, kita pun harus belajar untuk mengorbankan ego, hawa nafsu, dan kecintaan pada dunia demi meraih ridha-Nya.
Idul Adha bukan hanya tentang hewan sembelihan, melainkan tentang menyembelih nafsu yang menghalangi kita dari Allah. Inilah makna terdalam dari pengakuan iman: penyerahan total.
Doa dan Harapan di Hari Raya
Khotbah ditutup dengan doa yang menyentuh: agar Allah menerima kurban, memperkuat iman, menyucikan hati, dan meneguhkan pengorbanan. Tidak lupa, doa khusus dipanjatkan untuk saudara-saudara Muslim yang sedang diuji, khususnya di Palestina, Rafah, dan Gaza.
“Ya Allah, jadikan kami umat yang rela berkorban karena cinta kepada-Mu. Teguhkan hati kami dalam iman dan amal, dan terimalah qurban serta taubat kami. Āmīn Yā Rabbal ‘Ālamīn.”
Penutup
Idul Adha adalah ajakan untuk jujur kepada diri sendiri dalam beriman. Sudahkah kita rela berkorban demi Allah? Sudahkah kita menjadikan iman sebagai kompas hidup? Semoga momen Idul Adha ini menjadi titik balik kebangkitan ruhani, mempertebal keimanan, dan memperbaiki amal demi meraih cinta dan ridha-Nya.
Allahu Akbar, Allahu Akbar, La ilaha illallah, Allahu Akbar, walillahil hamd.
Wa
ṣallallāhu ‘alā nabiyyinā Muḥammad, wa ‘alā ālihi wa ṣaḥbihi ajma‘īn
Wa ākhiru da‘wānā anil-ḥamdu lillāhi Rabbil-‘ālamīn