Oleh: Gustam, S.Pd., M.Pd
Setiap tanggal 10 November, bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan — momen untuk mengenang jasa para pejuang yang telah mengorbankan jiwa dan raga demi kemerdekaan negeri ini. Di tengah arus globalisasi yang kian deras, kebenaran sering kali tertutup oleh kepentingan, dan spiritualitas tergeser oleh gemerlap dunia. Hari Pahlawan menjadi momentum untuk merenungi makna perjuangan sejati—bukan lagi sekadar pertempuran fisik, tetapi perjuangan moral dan batin dalam menegakkan nilai-nilai kebenaran. Di era modern ini, menjadi pahlawan berarti berani melawan arus kebohongan, menjaga nurani tetap jernih, serta menapaki jalan transformasi spiritual agar hidup lebih bermakna dan bermanfaat bagi sesama.
Dalam perspektif Islam, pahlawan sejati bukan hanya mereka yang mengangkat senjata di medan pertempuran, tetapi juga mereka yang berjuang menegakkan kebenaran, menjaga kejujuran, menjalankan amanah, bekerja keras secara sungguh-sungguh dan memperjuangkan kemaslahatan umat di berbagai lini kehidupan. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Mujahid (pejuang) sejati adalah orang yang berjuang melawan hawa nafsunya demi menaati Allah.”
(HR. Ahmad)
Hadis ini mengajarkan bahwa jihad terbesar bukan hanya perang fisik, melainkan perjuangan menundukkan hawa nafsu, menegakkan keadilan, serta membela nilai-nilai kebenaran dan kemanusiaan.
Di masa kini, pahlawan tidak selalu mengenakan seragam dan membawa senjata. Mereka bisa berupa guru yang ikhlas mendidik tanpa pamrih, Dokter dan tenaga kesehatan yang berjuang menyelamatkan nyawa, Pejabat yang menjaga integritas di tengah godaan korupsi dan hoaks, atau orang tua yang menanamkan nilai-nilai iman dan akhlak kepada anak-anaknya. Semua itu merupakan bentuk nyata dari kepahlawanan dalam bingkai Islam.
Namun, kepahlawanan itu juga tampak dalam profesi-profesi lain yang sering luput dari perhatian:
Petani yang bekerja keras menanam padi demi ketahanan pangan bangsa.
Nelayan yang melaut di tengah ombak demi memenuhi kebutuhan masyarakat.
Sopir dan tukang ojek yang tetap bekerja dengan jujur mencari nafkah halal.
Petugas kebersihan yang setiap hari menjaga lingkungan tetap bersih dan sehat.
Pegawai administrasi yang melayani masyarakat dengan senyum dan kejujuran.
Polisi dan TNI yang menjaga keamanan dengan disiplin dan keikhlasan.
Dosen dan peneliti yang terus mengembangkan ilmu untuk kemajuan bangsa.
Wartawan dan content creator yang menebar informasi edukatif dan melawan hoaks.
Pengusaha kecil dan pedagang yang jujur serta memperjuangkan ekonomi keluarga.
Relawan dan pekerja sosial yang membantu korban bencana dan masyarakat miskin.
Pekerja IT dan inovator muda yang menciptakan solusi teknologi bagi kemaslahatan umat.
Pegiat lingkungan yang melestarikan alam sebagai bentuk amanah dari Allah.
Imam dan pegawai syara Masjid sebagai garda terdepan membina umat.
RT/RW yang dengan sabar melayani dan membuat rukun masyaratnya.
Semua mereka adalah pahlawan zaman kini yang berjuang di ”medan kehidupan” masing-masing dengan niat tulus dan kontribusi nyata.
Islam menempatkan niat (ikhlas) sebagai ruh utama dalam setiap perjuangan. Pahlawan sejati adalah mereka yang beramal karena Allah, bukan karena pujian manusia. Al-Qur’an menegaskan:
“Dan barang siapa berjihad (berjuang), maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sungguh, Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.”
(QS. Al-‘Ankabut [29]: 6)
Artinya, setiap amal perjuangan — sekecil apa pun — bernilai mulia di sisi Allah jika dilakukan dengan keikhlasan dan tanggung jawab.
Oleh karena itu, memperingati Hari Pahlawan seharusnya menjadi momentum menumbuhkan semangat pengabdian, amar ma’ruf nahi mungkar dan terciptanya kepedulian sosial. Kita dituntut menjadi pahlawan di lingkungan masing-masing: pahlawan bagi keluarga, bagi pendidikan, bagi bangsa, dan bagi kemanusiaan.
Dalam dunia yang serba cepat dan materialistik, pahlawan sejati adalah mereka yang mampu menjaga nilai, menebar manfaat, dan berani melawan arus keburukan dengan keteladanan akhlak.
Sebagaimana pesan Nabi Muhammad ﷺ:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad)
Maka, di Hari Pahlawan ini, marilah kita bertanya kepada diri sendiri: apa bentuk perjuangan kita hari ini?
Apakah kita telah menjadi pahlawan bagi sekitar kita, meski dalam lingkup kecil sekalipun?
Karena sejatinya, pahlawan zaman kini bukanlah mereka yang dikenang karena gelar dan penghargaan, tetapi mereka yang dikenal karena ketulusan, kejujuran, keberanian dan kebermanfaatan bagi sesama — sesuai dengan ajaran Islam yang mulia.
Pada akhirnya, setiap zaman melahirkan pahlawannya sendiri. Di era modern ini, kepahlawanan bukan lagi tentang siapa yang paling kuat, melainkan siapa yang paling jujur, tulus, dan berani menegakkan kebenaran. Melalui transformasi spiritual, setiap individu memiliki kesempatan untuk menjadi pahlawan — bukan dengan senjata, tetapi dengan integritas, keikhlasan, dan keteladanan. Sebab sejatinya, bangsa yang besar bukan hanya yang mengenang pahlawannya, tetapi yang terus melahirkan pahlawan-pahlawan baru dalam kehidupan sehari-hari.
Wallāhu a‘lam bis shawāb.

