ditulis oleh : Gustam, S.Pd, M.Pd
"Wali Kota Cup: Menjunjung Sportivitas atau Menggadaikan Syariat?"
Sebuah kegiatan yang mengusung nama besar Wali Kota Cup tentu diharapkan menjadi simbol sportivitas, persaudaraan, dan kemajuan olahraga. Idealnya, ajang ini hadir untuk mempererat silaturahmi antarwarga sekaligus melahirkan bibit-bibit atlet berprestasi.Namun, jika dicermati lebih dalam, justru tampak indikasi bergesernya orientasi. Semakin banyak peserta yang ikut, semakin besar pula keuntungan bagi penyelenggara. Alih-alih menjunjung tinggi nilai-nilai olahraga, kegiatan ini berpotensi menjadi proyek komersialisasi yang dikemas rapi dengan slogan persahabatan dan kekeluargaan.
Lebih mengkhawatirkan lagi, penggunaan nama baik Wali Kota sebagai label kegiatan seolah menghadirkan legitimasi resmi. Padahal, masyarakat tahu betul bahwa jenis permainan seperti domino dan sejenisnya sejak lama dipandang bermasalah dalam kacamata syariat. Mayoritas ulama menegaskan hukumnya makruh, bahkan haram, bila mengandung unsur taruhan, melalaikan kewajiban, atau tidak memberi manfaat nyata bagi umat.
Pertanyaan mendasar pun muncul: apakah kegiatan semacam ini sungguh membawa maslahat? Atau justru menjerumuskan masyarakat pada euforia permainan yang menjauhkan dari nilai agama? Jika Parepare ingin tetap dikenal sebagai kota santri dan ulama, maka setiap kegiatan publik semestinya mencerminkan identitas itu. Bukan sebaliknya—mengejar profit dengan mengorbankan prinsip.
#ParepareAmanKondusif
#ParepareKotaSantriDanUlama